Jumat, 06 April 2012

Prosedur Penangan Perkara eksekusi yang dikuasakan konsumen di LPKNI


Prosedur Penangan Perkara eksekusi yang dikuasakan
konsumen di LPKNI

Eksekusi Hak Tanggungan :
1.    Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”

2.    Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).

3.    Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).

4.    Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).

5.    Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabaryang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3)Undang-undang No. 4 Tahun 1996).

6.    Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.

7.    Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang.

8.    Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan , maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan  dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.

9.    Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).




Eksekusi Grosse Akta
1.    Sesuai Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse sita hipotik.
2.    Grosse adalah salinan pertama dan akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.
3.    Oleh karena salinan pertama dan alas pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini harus ada kepala/ irah-irah yang berbunyi ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/ irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Asli dari akta (minit) disimpan oleh Notaris dalam arsip dan tidak memakai kepala/ irah-irah.
4.    Grosse atas pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh Notaris diserahkan kepada kreditor yang dikemudian hari bisa diperlukan dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan
5.    Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang Fixed Loan hanya dapat dilaksanakan apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu.
6.    Apabila debitur membantah jumlah hutang tersebut, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan. Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus melalui suatu gugatan, yang dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, dapat dijatuhkan putusan serta merta.
7.    Pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang (Geldschieters Ordonantie, S.1938-523), melarang Notaris membuat atas pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjanjian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang.
8.    Pasal 224 HIR, Pasal 258 RBg. tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini.
9.    Grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam Pasal 224 HIR, Pasal 258 RBg, adalah sebuah surat yang dibuat oleh Notaris antara Orang Alamiah/ Badan Hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku, berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan.
10. Jumlah yang sudah pasti dalam surat pengakuan hutang bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain.
11. Kreditur yang memegang grosse atas pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan  yang bersangkutan dalam hal debitur ingkar janji.

Eksekusi Jaminan

1.    Jaminan Fidusia, butir (1), yang dimaksud dengan FIDUSIA adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.
2.    Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
3.    Benda obyek jaminan fidusia tidak dapat dibebani Hak tanggungan atau hipotek.
4.    Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan alas notaris dalam bahasa Indonesia yang sekurang-kurangnya memuat:
1.    identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
2.    data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
3.    uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
4.    nilai penjaminan; dan
5.    nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
5.    Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya kepada Kantor Pendaftaran Fidusia selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
6.    Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.
7.    Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
8.    Jaminan fidusia dapat dialihkan kepada kreditor baru, dan pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
9.    Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
1.    Pengalihan hak atas piutang juga dijamin dengan fidusia yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada Kreditur baru.
2.    Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3.    Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak (Iihat Pasal 29 UU No. 40 Tahun 1999).
10. Prosedur dan tatacara eksekusi selanjutnya dilakukan seperti dalam eksekusi hak tanggungan.

Eksekusi Putusan Incrach
EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP
1.    Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding; putusan Pengadilan Tinggi  yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi; dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi.
2.    Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:
1.    Putusan declaratoir;
2.    Putusan constitutief;
3.    Putusan condemnatoir;
3.    Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan.
4.    Putusan condemnatoir merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu.
5.    Putusan untuk melaksanakan suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 225 HIR/ Pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksanakan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.
6.    Penerapan Pasal 225 HIR/ 259 Rbg harus terlebih dahulu ternyata bahwa Termohon tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan pengadilan tidak dapat / tidak mampu melaksanakannya walau dengan bantuan alat negara. Dalam hal demikian, Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama agar termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon. Untuk memperoleh jumlah yang sepadan, Ketua Pengadilan Agama wajib memanggil dan mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan Ketua Pengadilan Agama dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut. Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama.
7.    Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (Pasal 200 HIR, Pasal 214 s/d Pasal 274 RBg).
8.    Putusan dengan mana tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.
9.    Eksekusi harus dilaksanakan dengan tuntas. Apabila eksekusi telah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oteh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya.
10. Jalan yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/ rumah tersebut).
11. Putusan Pengadilan Agama atas gugatan penyerobotan, apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan serta-merta atas dasar sengketa bezit / kedudukan berkuasa.
12. Apabila suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada pihak pemohon eksekusi tersebut wajib diserahkan tanpa proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak. Pemulihan hak diajukan Pemohon kepada Ketua Pengadilan Agama. Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, termohon eksekusi dalam perkara yang berkekuatan hukum tetap dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai obyek miliknya yang telah dieksekusi tersebut dengan eksekusi serta merta.
13. Apabila suatu proses perkara sudah memperoleh suatu putusan namun belum berkekuatan hukum tetap, tetapi terjadi perdamaian di luar pengadilan yang intinya mengesampingkan amar putusan, ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu pihak dan proses perkara dihentikan sehingga putusan yang ada menjadi berkekuatan hukum tetap, maka putusan yang berkekuatan hukum tetap itulah yang dapat dieksekusi. Akan tetapi pihak yang merasa dirugikan dengan ingkar janjinya pihak yang membuat perjanjian perdamaian itu dapat mengajukan gugatan dengan dasar wanprestasi. Dalam hal yang demikian, Ketua Pengadilan Agama dapat menunda eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.Sumber:


Rabu, 21 Maret 2012

Sekilas Mengetahui Proses Ekskusi Jaminan Fidusia


Dasar
UU RI No. 42 tahun 1999 (42/1999) Tentang Jaminan Fidusia

Yang dimaksud dengan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 
Jaminan fidusia meliputi benda bergerak yang berwujud, benda bergerak  yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang  tidak dapat dibebani hak tanggungan.

PenarikanJaminan Fidusia tersebut sering sekali terjadi di dalam praktek dan memberikan dampak negative berupa bantahan, ataupun perlawanan di lapangan. Maka Untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia, POLRI menerbitkan Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011 yang berlaku sejak 22 Juni 2011 dengan tujuan :
·         untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan; melindungi keselamatan Penerima Jaminan Fidusia, Pemberi Jaminan Fidusia, dan/ atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/ atau keselamatan jiwa.
Dalam Peraturan Kapolri tersebut, untuk melaksanakan eksekusi atas jaminan fidusia dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:
1.     ada permintaan dari pemohon;
2.     objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia;
3.     objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;
4.     objek jaminan fidusia memiliki setifikat jaminan fidusia
5.     jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.
Mengenai proses pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam pasal 7 Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011,
·         Permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan.
·         Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia.
Yang harus dilampirkan dalam mengajukan permohonan pengamanan eksekusi terhadap Jaminan Fidusia :
1.     Salinan akta jaminan fidusia;
2.     Salinan sertifikat jaminan fidusia;
3.     Surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya, dalam hal ini telah diberikan pada Debitor sebanyak 2 kali dibuktikan dengan tanda terima;
4.     Identitas pelaksana eksekusi;
5.     Surat tugas pelaksanaan eksekusi.
.................................................................................................................

Selasa, 10 Januari 2012

LPK NASIONAL INDONESIA YOGYAKARTA

LPK NASIONAL INDONESIA YOGYAKARTA
AYO Jadi Konsumen cerdas.....Ikuti dan daftarkan diri anda untuk menjadi peserta Konsumen Cerdas, Pastikan ANDA adalah, salah satu Peserta Diklat Nasional Pemberdayaan Konsumen angkatan ke XVI, Kupas UU No 8 Tahun 1999, UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, UU no 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, BIMTEK Penyelesaian sengjketa Konsumen, Dan Pastikan anda Bergabung, dan siap melindungi Konsumen.
Daftarkan diri anda melalui  www.perlindungankonsumen.or.id dan atau Panpel LPKNI YOGYAKARTA JL. Kaliurang KM 20,5 Hargo binangun, Pakem, Telp.0274- 895 179 , HP 081 804 108 199,Kab.Sleman, email : lpkniyogyakarta@yahoo.com, atau melalu LPKSM,              
                                                                                    LPKNI terdekat.
CAPTION : PRESIDEN LPKNI NANANG NELSON,SH BERSAMA KARO EKONOMI PEMPROF DIY , Usai Pembukaan DIKLAT LPKNI angkatan ke XIV di Hotel Khana Kaliurang
Yogyakarta - Untuk nasabah/konsumen Perbank-kan di wilayah zona bencana merapi Sleman Yogyakarta di harap tenang dan tetap konsentrasi dalam memulihkan ekonominya, gak usah panik, takut atau merasa was-was, terhadap Hutang di perbank-kan, karena selama 3 tahun terhitung dari 26 Oktober 2010 ke depan, diberi perlakuan khusus dari pemerintah melalui Bank Indonesia yang telah mengeluarkan kebijakan untuk itu.demikian disampaikan Pimpinan LPKNI Yogyakarta pada acara Ramah Tamah dengan Konsumen di Sekretariat LPKNI Jakal Km 20,5 beberapa waktu lalu.

Menurut Jikam, panggilan akrab pimpinan LPKNI D.I.Y , Masyarakat/konsumen korban dari erupsi merapi yang ada di 5 Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, Ngemplak dan Sleman tidak perlu ada rasa takut atau cemas bila di datangi atau ancaman DC dari Perbank-kan, untuk melelang/menjual Aset yang di jaminkan, Karena sejak Bulan Oktober 2010-sampai dengan oktober 2013, masih dalam perlakuan khusus dari perbank-kan. Jadi tidak ada istilah, pemaksaan penagihan, Perampasan, Penyitaan, apalagi Pelelangan terhadab jaminan". Ujarnya semangat

masih kata Jikam, bila ada DC/Collecktion dari perbank-kan jangan takut, kalau dia tidak sopan atau melakukan tindakan yang merugikan konsumen secara moril maupun spirituil, langsung laporkan aja, ke instansi terkait, Jagan mau dipaksa suruh membayar kalau memang belum ada dana untukmembayar. Meski demikian lanjut jikam, " bila masyarakat/konsumen sudah ada kemampuan untuk membayar ya harus konsisten , membayar, jangan pula karena ada perlakuan khusus selama 3 tahun lantas sudah mampu nunggu 3 tahun pula ".lanjutnya.
 Bila ada Perbank-kan yang nakal dan bohongi masyarakat segera laporkan ke kantor  Bank Indonesia  Yogyakarta atau melalui insatnsi terkait, agar bank tersebut mendapat teguran, kalau dah ada laporan dari nasabah,tetapi BI DIY gak berbuat ya laporkan juga BI nya" imbuhnya.

Jumat, 06 Januari 2012


Dalam Kerangkak melaksanakan tugas pokok LPKSM sesuai dengan Ketentuan Pasal 44 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ,PP Nomor 59Tahun 2011 tentang LPKSM  serta untuk menigkatkan SDM pelaku/aktifis Perlindungan Konsumen Khususnya LPKNI,, Akan menggelar Pelatihan dasar ke 2 Angkatan ke XVI, yang akan diselenggarakan pada Tanggal 27 sampai 29 januari 2012 di Hotel Kana Wisata kaliurang Sleman Yogyakarta, Selain Materi seputar Perlindungan Konsumen pelatihan angkatan ke XVI ini sekaligus Launching LPKNI Berbasis IT, dan semua Proses penanganan Konsumen dilaksanakan secara Online, melalui www.perlindungankonsumen .or.id










TATA CARA PENDAFTARAN, PERUBAHAN, PENGHAPUSAN/ PENCORETAN SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA DAN PENGAJUAN PERMOHONAN SERTIFIKAT PENGGANTI JAMINAN FIDUSIA


Pengertian :

a.       Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

b.      Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Dasar Hukum:

1.       Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
2.       Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia;
3.       Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum;
4.       Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia;
5.       Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia;
6.       Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.08-PR.07.01 Tahun 2000 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia;
7.       Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-03.PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
8.       Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-02.PR.07.10 Tahun 2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-03.PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Depertemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
9.       Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.UM.01.10-11 Tahun 2001 tentang Penghitungan Penetapan Jangka Waktu Penyesuaian dan Pendaftaran Perjanjian Jaminan Fidusia.
10.   Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.UM.02.03-31 tanggal 8 Juli 2002 tentang Standarisasi Laporan Pendaftaran Fidusia dan Registrasi.
11.   Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor C.HT.01.10-22 Tahun 2005 tentang Standarisasi Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Persyaratan:

a. Surat permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
b.      Salinan akta Notaris.
c. Surat kuasa/surat pendelegasian wewenang atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan Jaminan Fidusia.
d.                        Melampirkan lembar pernyataan (Lampiran I Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000 – angka 5)
e.      Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Prosedur:

I.              Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia:

Permohonan diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya:
1         Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi:
-          Nama lengkap.
-          Tempat tinggal/tempat kedudukan.
-          Pekerjaan.
2         Tanggal dan nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia.
3         Data perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
4         Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).
5         Nilai penjamin
6         Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

II.            Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia:

1.       Permohonan diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, apabila Sertifikat Jaminan Fidusia dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
2.       Melampirkan Sertifikat Jaminan Fidusia dan pernyataan perubahan.
3.       Biaya permohonan.
4.       Pernyataan perubahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan permohonan, setelah selesai dilekatkan pada Sertifikat Jaminan Fidusia untuk diserahkan kepada pemohon yaitu penerima fidusia, kuasa atau wakilnya.
5.       Melampirkan Lembar Pernyataan Lampiran II Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000.


III.          Penghapusan/pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia:

1.       Hapusnya Jaminan Fidusia wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lambat 7 hari setelah hapus.
2.       Lampiran dokumen pendukung:
§   Permohonan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia.
§   Sertifikat Jaminan Fidusia yang asli.
3.       Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia.
4.       Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi dan sertifikat dicoret dan disimpan dalam arsip Kantor Pendaftaran Fidusia.

IV.          Sertifikat Pengganti.

1.       Apabila rusak atau hilang, permohonan diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2.       Surat keterangan hilang dari kepolisian atas permohonan yang bersangkutan.
3.       Sertifikat Pengganti diterbitkan dengan nomor dan tanggal yang sama dengan yang rusak atau hilang.
4.       Penyerahan pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan Sertifikat Pengganti.
5.       Biaya permohonan Sertifikat Pengganti.

V.            Cara Kerja Pejabat Penerima Pendaftaran Jaminan Fidusia.

1         Memerikasa kelangkapan persyaratan permohonan.
2         Apabila tidak lengkap, maka langsung dikembalikan,
3         Apabila Lengkap:
o       Pejabat mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan.
o       Sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan dan diserahkan kepada pemohon pada tanggal yang sama dengan tanggal pencatatan sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000.

Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

VI.          Catatan.

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002:
1.       Sejak tanggal 1 April 2001 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah tidak lagi melakukan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia dan pendaftaran dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia.

2.       Sejak tanggal 8 Juli 2002 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum difungsikan untuk melakukan perubahan, penghapusan/pencoretan dan mengeluarkan Sertifikat Pengganti atas sertifikat yang terdaftar dan didaftar pada Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, dan melakukan pemantauan dan pembinaan teknis terhadap pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.